Maraknya aktivitas peretasan yang terjadi pada sektor pemerintah ditengarai sebagai aksi protes terhadap putusan pemerintah yang dilakukan sejumlah threat actor lokal, seperti Anon Black Flag dan Cyber Error System. Aktivitas Peretasan ini mencakup web defacement, pencurian kredensial, hingga pencurian data pribadi seperti NIK, nomor telepon, Nomor Induk Mahasiswa dan berkas – berkas sensitif milik perusahaan.
Dalam perkembangan teknologi yang semakin pesat, ancaman Keamanan Siber juga terus berkembang, bahkan dari sumber yang tak terduga. Sebuah studi mengejutkan dari para peneliti di Universidad de la República Montevideo, Uruguay, menemukan potensi celah keamanan yang sangat mencengangkan : Data Anda dapat Dicuri oleh Hacker melalui Kabel HDMI. Penemuan ini menyoroti risiko baru yang sebelumnya belum banyak disadari dalam dunia Keamanan Siber.
Pada bulan Juni 2024, terdapat organisasi yang melaporkan menerima email yang tampak resmi dengan mengaitkan insiden PDNS (Pusat Data Nasional Sementara). Email tersebut menyatakan bahwa telah terjadi insiden keamanan di PDNS yang mengakibatkan kebocoran data. Untuk mengamankan akun mereka, penerima diminta untuk melakukan klik tautan dan memperbarui informasi login mereka.
Di era digital ini, di mana kita semakin bergantung pada teknologi, muncul pula ancaman baru yang mengintai data kita. Salah satu yang paling berbahaya adalah ransomware, sebuah jenis malware yang mengunci dan mengenkripsi data korban, kemudian menuntut tebusan untuk mengembalikannya.
Maraknya penipuan online yang mengatasnamakan institusi terpercaya seperti Bank Jatim kian marak terjadi. Para penipu ini menggunakan berbagai modus untuk menipu nasabah
Pada awal tahun 2024, Presiden Joko Widodo menginstruksikan moratorium pembuatan aplikasi dan platform baru di lingkungan Pemerintah Daerah. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan tata kelola Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan mencegah pemborosan anggaran.